About

Kajian SENSOR

Kajian SENSOR atau kajian senin sore adalah pengajian rutin 2 minguan untuk Pelajar Muslim SMA Negeri 2 Yogyakarta

RISPER

Kharisma Newspaper atau yang lebih sering disebut RISPER adalah sebuah media dakwah tempel yang di pasang di tiap kelas SMA Negeri 2 Yogyakarta

Khawama

Khawama atau Kharisma Wall Magazine adalah buat karya anak-anak Pengurus Kharisma yang digunakan sebagai media pendidikan Islam

Pengajian Idul Adha

Pengajian Idul Adha 1432 H SMA Negeri 2 Yogyakarta

Masjid Ash-Shidiq

Masjid Ash-Shidiq SMA Negeri 2 Yogyakarta

Thursday 26 January 2012

Pribadi Muslim Unggul

Hakikat unggul dan unggulan adalah sebuah “proses”. Proses adalah sesuatu yang harus dijalani dan diikuti. Bukan sesuatu yang given jatuh dari langit atau diperoleh dengan cara by passing (tiba-tiba). Hal inilah yang melandasi Michael Hart dalam bukunya Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah  memilih dan mengakui bahwa generasi sahabat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik yang pernah ada dalam sejarah umat manusia (ukhrijat linnas).

Mengapa bisa demikian? Tak lain karena keberhasilan Rasulullah dalam proses membentuk sebuah sosok masyarakat ideal, khalifatul fil ardy.

Namun bagaimana caranya? Penelitian membuktikan, bahwa keunggulan seorang manusia ditentukan oleh banyak elemen kehidupan, terutama indra yang dimilikinya termasuk mata hati. Elemen kehidupan ini mempunyai peranan penting dalam proses pengamatan, investigasi, pendengaran, penelitian dan pengembangan diri.

Dengan berfikir tentang alam semesta (atau dalam bahasa Al-Quran yatafakkaruna fi khalqissamawati wal ardy) maupun berzikir mengingat Allah (Yadzkuruunallah) secara maksimal dapat melahirkan manusia unggul dan unggulan.

Bisa dibayangkan, ketika pada hati seorang muslim tertanam kokoh bahwa Allah tujuan dari segala tujuan hidupnya. Lalu melaksanakan shalat sebagai upaya formatting sekaligus character building (pembentukan sifat, sikap dan karakter diri). Kemudian ditambah training pada setiap bulan Ramadhan sebagai self controlling (control dan kendali diri). Maka, semestinya dalam kalangan muslim akan muncul generasi-generasi unggul yang mampu menghadapi segala macam tantangan zaman. Subhanallah.

Belum lagi dengan keseterdiaan networking (jaringan dan kepedulian) yang dibangun melalui zakat, yang merupakan sebuah strategic collaboration. Dan terakhir diformulasikan dalam total action (ketundukan, kepasrahan dan rela berkorban demi sang Maha Agung) yakni suatu kerja terpadu dan mengglobal, yang diimplementasikan dalam ibadah haji. Maka lengkap sudah teori manajemen diri dari Islam.

Namun pertanyaannya, mengapa keunggulan itu tidak muncul pada generasi kita? Padahal syahadat telah kita ulang setiap hari, shalat sehari lima kali, puasa wajib sebulan dalam setahun, zakat terus mengalir, dan jutaan hujjaj bertawaf mengelilingi ka’bah tiada henti? Adakah yang hilang dari kita? Apa yang salah? Apakah dengan ketiadaan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersama kita merupakan alasan yang sah untuk berkata ‘kita pantas kalah’?

TENTUNYA TIDAK. Karena ada satu makna yang tersembunyi dibalik kata unggul yang belum kita eksplorasi. Makna itu adalah kualitas.

Akan selalu adsa suatu batu uji empiris atau aktivitas ibadah mahdhah kita. Dan ini menentukan bagi timbangan kualitas kita. Apapun klaim kita atas Mission Statement, Character Building, Self Controlling, Networking, Strategic Collaboration, Total Action yang tersembunyi di balik syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji kita. Pada ghalibnya dia akan diuji pada wilayah public-empiris di masa hidup dan kelak di alam akhirat. Termasuk juga ibadah ghairu madhah (ibadah sosial) yang profan.

Kedua terminal pengujian ini mempunyai kriteria yang sama, yakni kualitas dari sudut kebenarannya (itqanul amal) dan dari sudut keikhlasannya (ikhlasunniyah). Di mana yang satu berkaitan dengan ‘profesionalitas’ dan yang lain berkaitan dengan kemurnian komitmen kepada Allah yang Maha Pencipta. Perpaduan kedua energi inilah sebenarnya rahasia dibalik kata “unggul” itu. Dan inilah yang pantas disebut sebagai energi spitual dan natural.

Dua hal itulah kata kunci dari terciptanya manusia unggul. Karena profesionalitas merupakan sunnatullah dalam memahami ayat-ayat kauniyah. Sedang keikhlasan adalah sunnatullah untuk memperoleh ridha-Nya. Pada kedia bagian inilah kita mesti bermuhasabah seberapa jauh komitmen kita pada kualitas amal dan hati. Karena inilah kunci keunggulan itu.
Lalu bagaimana kiat agar menjadi pribadi yang unggul? Berikut ini beberapa di antaranya :
  1. Percaya diri, yakinkan bahwa kita ditakdirkan menjadi umjmat terbaik, lakukan amal terbaik
  2. Bangun sistem yang kondusif pilih lingkungan dan teman-teman yang berkualitas
  3. Mampu bersinergi (berjamaah)
  4. Manajemen qalbu mampu mengendalikan hati
Bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah kepada setiap diri hamba-hamba-nya.

Source: Tim Akademik Tutorial. Beriman Istiqomah Berislam Kaffah. Yogyakarta: Tim Tutorial Pendidikan Agama Islam. 2010, hlm. 74-77

Sunday 15 January 2012

Kajian SENSOR

Assalamu’alaykum
saudara-saudaraku, akan diadakan kembali Kajian SENSOR dengan tema “Kiamat 2012, Benar Nggak, sih?” Pembicara : Ustadz Sutrisno, Senin, 16 Januari 2012 pukul 14.15 till end @Masjid Ash Shiddiq. Jangan ketinggalan ilmunya ya, Insya Allah bermanfaat

Dialogika (1): Pemuda & Ulama

Ada seorang pemuda yang telah lama menuntut ilmu di luar negeri, namun selama itu pula ia tidak pernah belajar tentang pengetahuan agama (Tsaqofah Islam). Sekembalinya ke negeri asal, ia pun sering bertemu dan berdiskusi dengan teman serta kenalannya dari berbagai kalangan, baik dari kalangan intelektual – akademis maupun para aktivis. Di tengah perjalanan hidup yang ia jalani, kekosongan pengetahuan mengenai agamapun ia rasakan dan sadari, sehingga memunculkan kegelisahan di dalam hatinya dan membuat ia terus bertanya – tanya dengan pertanyaan yang sama dimana pernah ia tanyakan juga kepada para dosen dan profesor yang mengajar di tempat ia menuntut ilmu selama ini. Di dalam pencariannya yang cukup panjang itu, selama itu pula pertanyaannya tersebut belum terjawab sama sekali, sehingga ia bertekad untuk mencari seseorang yang paham tentang Islam dan bisa menjawab 3 pertanyaan besarnya tersebut. Dalam masa – masa pencariannya, pemuda tersebutpun bertemu dengan seorang Ulama yang kemudian tanpa disengaja merekapun menjalin dialog.

Ulama : “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Pemuda : “Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Maaf, apakah anda mengenal saya atau kita pernah bertemu sebelumnya?” (tanya sang pemuda kepada Ulama tersebut dengan menunjukan sedikit ekspresi heran di wajahnya atas salam dari sang ulama yang baru ia temui).
Ulama : “Sebagai muslim, sudah seharusnya selalu memberi salam setiap kali bertemu dengan saudaranya yang sesama muslim, baik yang sudah saling mengenal atau belum, sudah pernah bertemu sebelumnya ataupun baru pertama kali bertemu.”
Pemuda : ”Oh… (iapun jadi paham dan berfikir bahwa orang tersebut merupakan orang yang paham tentang Islam sehingga mungkin bisa menjawab pertanyaannya yang selama ini belum terjawab). Maaf, bolehkah saya tau anda siapa dan apakah bisa menjawab pertanyaan – pertanyaan saya?”
Ulama : ”Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.”

Pemuda : ”Anda yakin? Sedangkan Profesor di Amerika dan banyak orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
Ulama : ”Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”

Pemuda : ”Saya ada 3 pertanyaan:
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya!
2. Kalau memang benar ada takdir, tunjukkan takdir itu pada saya!
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

Tiba-tiba ulama tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.

Pemuda : (sambil menahan sakit) ”Hei! Kenapa anda marah kepada saya?”
Ulama : ”Saya tidak marah… Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”

Pemuda : ”Saya sungguh – sungguh tidak mengerti.”
Ulama : ”Bagaimana rasanya tamparan saya?”

Pemuda : ”Tentu saja saya merasakan sakit.”
Ulama : ”Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?”

Pemuda : ”Ya!”
Ulama : ”Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”

Pemuda : ”Saya tidak bisa.”
Ulama : ”Itulah jawaban pertanyaan pertama… kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujud-Nya. Maka cukup dengan mengamati dan memikirkan tentang ciptaan-Nya (alam, kehidupan, manusia), kita akan menemukan kekuasaan dan besaran Allah SWT sebagai Tuhan tanpa harus melihat wujud-Nya karena keterbatasan yang kita miliki.”

Ulama : ”Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”
Pemuda : ”Tidak.”

Ulama : ”Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?”
Pemuda : ”Tidak.”

Ulama : ”Itulah yang dinamakan takdir.”

Ulama : ”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
Pemuda : “Kulit.”

Ulama : “Terbuat dari apa pipi anda?”
Pemuda : “Kulit.”
Ulama : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”
Pemuda : “Sakit.”

Ulama : “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan. Semoga kita bukan termasuk orang – orang yang ditempatkan bersama syaitan di neraka…”
Pemuda itu langsung tertunduk dan memeluk ulama tersebut sambil memohonnya untuk mengajarkan Islam lebih banyak lagi. Pertanyaan yang selama ini tertancap di benaknyapun telah terjawab dengan sangat rasional serta memuaskan akal, menentramkan hati/jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia.

Saturday 7 January 2012

Berlomba dalam Kebaikan itu Wajib, Lho!

Wahai sahabat, masih ingatkan dengan firman Allah yang artinya berikut ini.

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 148)

Dalam ayat tersebut terdapat kalimat fastabilqul khairat, yang artinya maka berlomba-lombalah kalian dalam hal-hal yang baik. Tuuuh, kan Allah menggunakan fi’il amr (kata perintah) istabiquu dalam ayat itu. Kalau kamu-kamu belajar ushul fiqh, di sana ada salah satu kaidah yang menyebutkan bahwa kata perintah mengandung makna kewajiban. Juga ada salah satu kaidah dalam ilmu Nahwu (Tata Bahasa Arab), kata istabiquu mengandung perintah yang ditujukan kepada orang banyak, dan ditambah lagi Allah menyebutkan ‘objek yang diperlombakan’ dengan menggunakan ism jama’, yaitu khairaat yang berarti berbagai jenis kebaikan.

Alamaak susah nian…! Enggak kok. Artinya perintah untuk berlomba dalam kebaikan itu wajib untuk semua orang, dan kebaikan yang pantas diraih itu dalam banyak hal serta banyak jenis. Teman-teman yang senantiasa fastabiqul khairaat pasti menanggapi kelebihan seseorang dengan positif. Jika kita bisa dan mampu, pasti kita akan berusaha lebih baik dalam bidang yang sama atau mencari bidang lain dan kemudian be the best untuk bidang yang kita pilih.

Sayang sekali deh, kalau kita membatasi diri dengan mengatakan, ah itu kan dia, itu karena dia pintar, punya fasilitas, ortunya kaya, de-el-el… yang akhirnya kita memberikan batasan-batasan sendiri atas kemampuan kita yang sebenarnya lebih. Itu namanya kalah sebelum bertanding, Saudara-saudaraku!

Kamu-kamu nggak mau menjadi pribadi yang seperti itu kan? Yuk, pantheng terus tulisan ini deh.

Dikutip : Jannah, Izzatul . The Winner or The Looser. Solo: Era Eureka. 2003, hlm. 13-15