About

Sunday 10 November 2013

Belajar Memaafkan karena Allah

     


     Assalamualaikum Wr.Wb
     Dalam proses melakukan hubungan muamalah antar sesama manusia (Habluminannas), tiap tiap diantara kita pasti pernah melakukan kesalahan. Baik itu yang sepele sampai yang sekiranya sulit untuk termaafkan. Nah, bagaimana islam memandang persoalan yang satu ini? ketika syariat mengharuskan kita untuk saling memaafkan, namun beberapa kesalahan dari orang lain kita anggap terlalu mustahil untuk diampuni. 

     Banyak orang di luar sana beranggapan, bahwa memaafkan dan mengalah kepada orang lain yang menyakiti hati kita, hanya akan merendahkan harga diri dan martabat kita. Atau, sulit memaafkan terjadi ketika rasa gengsi telah menguasai diri kita, dan kita malah sibuk untuk memposisikan diri kita sebagai pihak yang salah atau benar dalam suatu permasalahan.. 

Allah berfirman dalam Surat An-Nur ayat 22

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُ

مْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." 

     Memaafkan dan meminta maaf, pada hakikatnya tidak terletak pada posisi mana kita berada, di pihak yang salah atau benar. Kebesaran jiwa kita untuk lebih dulu meminta maaf jika salah, atau memaafkan pihak lain yang telah menyakiti hati kita, justru akan menunjukkan kualitas diri kita sebagai umat muslim.
     Al-Quran memang menetapkan, bahwa seseorang yang diperlakukan secara zalim diizinkan untuk membela diri tapi bukan didasarkan balas dendam. Pembelaan diri dilakukan dengan penuh simpati seraya menunjukan perangai yang luhur, bersabar, memaafkan dan toleran.
    

     Marilah kita lihat bagaimana mulianya hati Rasulullah SAW. saat peristiwa pembebasan kota Mekkah (Fathul Makkah).  Dihadapan orang-orang yang selama ini gigih memusuhinya, Rasulullah berkata : "Wahai orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu sekalian apa kira-kira yang akan aku perbuat terhadapmu sekarang? Jawab mereka: "Yang baik-baik. Saudara kami yang pemurah. Sepupu kami yang pemurah." Mendengar jawaban itu Nabi kemudian berkata: "Pergilah kamu semua, sekarang kamu sudah bebas." Begitu luruh jiwa Nabi, karena dengan ucapan itu kepada kaum Quraisy dan kepada seluruh penduduk Makkah, beliau telah memberikan amnesty (ampunan) umum. Padahal saat itu nyata mereka tergantung hanya di ujung bibirnya dan kepada wewenangnya atas ribuan bala tentara Muslim yang bersenjata lengkap yang ada bersamanya. Mereka dapat mengikis habis penduduk Makkah dalam sekejap hanya tinggal menurut perintah dari Nabi.

     Dengan pengampunan dan pemberi maaf itu, jiwa Nabi telah melampaui kebesaran yang dimilikinya, melampaui rasa dengki dan dendam di hati, menunjukkan bahwa beliau bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia. Beliau bukan seorang tiran, yang mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Padahal Nabi mengenal betul, kejahatan orang-orang yang diampuninya itu. Siapa-siapa di antara mereka yang berkomplot untuk membunuhnya, yang telah menganiayanya dan menganiaya para pengikutnya. Mereka melemparinya dengan kotoran bahkan dengan batu saat mengajak manusia ke jalan Allah. Begitu pemaafnya Rasulullah sekalipun itu kepada orang yang selalu menebar permusuhan, meneror dan mengancam keselamatannya. 

    Dari kisah diatas, dapat kita ambil suri tauladan Rasulullah SAW yang dengan kebesaran hatinya telah meluluhkan hati para musuhnya dengan tanpa menumpahkan darah. Ini membuktikan, tak selamanya memaafkan dan memberi maaf itu merendahkan harga diri kita. Karena itu, memaafkan dan meminta maaf itu berkaitan degan keikhlasan jiwa seseorang. Seseorang yang berhati ikhlas, dan pemaaf, jarang menemukan banyak duri dalam hidupnya, karena Allah senantiasa memberi banyak kelapangan dalam segala urusan hidupnya. Allah berfirman dalam Surat Asy-Syura ayat 40 
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya adalah di sisi Allah.” 
     
     Dengan memaafkan, berarti kita telah mampu menahan rasa amarah, dan terbebas dari sifat iri dan dengki di hati. Beban di hati pun telah hilang dengan sendirinya, karena percaya bahwa masih ada kekuatan yang maha dahsyat dari Dzat Pemilik Segala yang Hidup, yakni Allah Azza wa Jalla
     Memang tidak mudah untuk menjadikan diri seorang yang pemaaf. Namun dengan belajar menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari, bukan mustahil kepribadian itu akan terbentuk. 
dari tulisan diatas, dapat kita tarik kesimpulan
"Meminta maaf dan memaafkan tidak terikat dengan dalam posisi mana kita berada. Namun dengan terlebih dahulu meminta maaf atau memaafkan orang lain, disitulah letak keluhuran dan kebesaran hati seorang muslim"


0 comments:

Post a Comment